BAB VI
PENGEMBANGAN SOFT SKILLS MELALUI KEGIATAN KEMAHASISWAAN

 

victoryLembaga kemahasiswaan semakin berkembang jika diisi dengan berbagai kegiatan yang menarik dan bermanfaat bagi mahasiswa. Kecenderungan saat ini adalah munculnya gejala keengganan mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan. Masih tidak sedikit mahasiswa yang hanya belajar saja, tanpa menghiraukan kegiatan ko-kurikuler apalagi kegiatan ekstra kurikuler.  Alasannya malas, mengganggu konsentrasi belajar, hanya membuang waktu, atau tidak bermanfaat. Tidak sedikit juga kegiatan mahasiswa yang tidak mendukung peningkatan personal growth.  Misalnya kegiatannya bagus yaitu seminar ilmiah, namun mahasiswa banyak yang berkerumun di luar ruangan karena menjadi panitia logistik, penerima tamu dll. Akhirnya mahasiswa yang berorganisasi menjadi panitia tidak mendapatkan pembelajaran dari seminar tersebut. Padahal pekerjaan teknis sebenarnya dapat disederhanakan.   Hal ini terpulang kembali pada ada tidaknya pendampingan oleh dosen yang membimbing kegiatan kemahasiswaan. Jadi kegiatan yang bagimana yang akan mengembangkan soft skills?. Kegiatan yang terencana, terprogram dan tersistem. Setiap kegiatan harus ada coach atau mentornya yang membimbing kemana arah kegiatan tersebut akan dilaksanakan, walau tidak harus setiap saat ada.

Beberapa kegiatan pengembangan soft skills telah  dilakukan oleh perguruan tinggi. Misalnya success skills telah dicanangkan oleh UGM sejak tahun 2005 untuk meningkatkan thinking skills, learning skills dan living skills.  Program ini diberikan kepada mahasiswa baru pada masa orientasi kampus.

  • Learning Skills adalah keterampilan yang digunakan agar mahasiswa selalu dapat mengembangkan diri melalui proses belajar yang berkelanjutan
  • Thinking Skills adalah keterampilan yang dibutuhkan pada saat mahasiswa berpikir untuk memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari
  • Living skills adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari.

six essential qualities

 

 

Program ini disajikan dengan sangat menarik, mengikutsertakan teknik-teknik simulasi, role play dan diskusi. Pada peningkatan learning skills, peserta didik mendapatkan teknik belajar, pemetaan pikiran, dan teknik membaca. Sedangkan thinking skills difokuskan pada peningkatan kemampuan menyelesaikan persoalan, pengambilan keputusan. Sementara living skills lebih ditekankan pada beberapa hal diantaranya manajemen diri, membangun impian, teknik berkomunikasi, mengelola konflik dan mengelola waktu.

Lain halnya dengan Universitas Airlangga yang sudah beberapa tahun memiliki program Mahasiswa Unggulan. Mahasiswa yang menjadi peserta adalah mahasiswa pilihan dari berbagai fakultas yang dinyatakan berprestasi. Program ini diisi dengan caring and sharing antara pakar/praktisi dengan mahasiswa seputar isu-isu aktual. Keuntungan program ini adalah dapat menjaring future leader dan membinanya dari sejak awal sebelum mereka lulus. Kemampuan yang ingin ditingkatkan adalah wawasan yang luas, saling menghormati satu sama lain, berjiwa entrepreneur, berfikir kreatif dan kemampuan belajar yang lebih baik.

Di ITS telah dilakukan kegiatan yang secara tidak langsung akan meningkatkan soft skills mahasiswa melalui center for entrepreneurship development, atau kegiatan business gathering. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jiwa entrepreneurial, diantaranya berani mengambil resiko, berani bermimpi, pantang menyerah dan selalu bersemangat. Sebenarnya kegiatan pengembangan soft skills tidak akan optimal bila hanya dilakukan melalui pelatihan, seminar dan workshop. Pengembangan soft skills harus dipraktekkan berulang-ulang dan didampingi oleh mentor.

 

do all the good

Seorang pakar dalam bidang pengembangan pendidikan Christoph Hanssert dari Jerman menyarankan agar pengembangan soft skills untuk mahasiswa Indonesia dilakukan dengan cara menjalin jejaring kerja (networking) dosen Indonesia dengan dosen luar negeri yang melibatkan mahasiswa, misalnya dalam bidang penelitian. Dengan jejaring ini, mau tidak mau mahasiswa akan terpaksa berkomunikasi tulisan dengan menggunakan bahasa asing. Suatu saat mahasiswa ini difasilitasi untuk bertemu bertukar pikiran, saling menghargai pendapat, mempelajari budaya orang lain dan belajar bekerjasama dalam tim.

Berbagai kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa seperti yang diselenggarakan di IPB dan juga di berbagai perguruan tinggi lainnya, sudah banyak muatan soft skills yang dapat dikembangkan oleh mahasiswa. Hal ini akan berhasil guna jika program yang digulirkan lebih terarah untuk mengembangkan atribut tertentu sesuai dengan kebutuhan populasinya. Unit kegiatan karate saja, apabila dihayati dan benar-benar ditujukan untuk pengembangan soft skills mahasiswa, dapat diarahkan untuk memperkuat atribut komitmen, bersemangat, mandiri, dan ketangguhan.

Kegiatan pelatihan harus terprogram dengan baik, ada durasi, capaian dan keberlanjutan. Apakah pelatihan akan diarahkan pada transformasi keyakinan, motivasi, karakter, impian. Lantas tidak hanya berhenti di pelatihan tanpa adanya coaching oleh para coach yang tangguh, sampai akhirnya dalam durasi tertentu akan terjadi transformasi diri yang seutuhnya.

Prijosaksono dalam buku terbarunya berjudul the Power of Transformation (2005) menuliskan bahwa Transformasi Diri 90 hari akan mampu membangun kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih baik. Dalam buku itu juga diuraikan bahwa ada 5 prinsip transformasi yaitu:

  • meyakini dan mendayagunakan kekuatan dan anugrah Tuhan dalam diri
  • membuat pilihan dan keputusan dalam diri
  • melakukan kebiasaan-kebiasaan baik secara terus menerus dalam kehidupan ini
  • mampu membangun interaksi dengan orang lain
  • mampu bekerja secara sinergis dan kreatif dengan orang lain dalam organisasi

dreaming

 

Dalam pelaksanaan pelatihan harus diperhitungkan efisiensi dan efektivitasnya. Sangat tidak efisien kalau pesertanya terlalu banyak dengan fasilitas yang seadanya/terbatas. Untuk itu, perlu dilakukan Multi Level Training (MLT) yaitu pelatihan yang dilakukan secara bertingkat. Mulanya hanya 20-30 orang mahasiswa pilihan yang memiliki kemauan dan kemampuan dalam memimpin, berbagi pengalaman dan pengetahuan.  Setiap satu orang diwajibkan memiliki anggota 3-5 orang dalam durasi tertentu (misalnya 1-2 bulan). Orang baru tersebut dipanggil front liners. Front liners ini melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh Up liners. Kegiatan dalam kelompok kecil itu masing-masing adalah pertemuan rutin, sharing, membuat program kecil seperti mengubah kebiasaan yang dinilai buruk selama ini menjadi kebiasaan yan glebih produktif.

Dalam kelompok kecil itu lebih banyak dilakukan coaching oleh up liners. Apabila hal ini dilakukan terus menerus, maka metoda training yang efisien akan terwujud tanpa mengurangi kualitas hasil pelatihan tersebut. Sistem ini pula yang dianut oleh Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Bali dalam pengembangan soft skills dengan mengadopsi multi level role model dalam menerapkan Trikaya Parisudha (Berpikir baik, berkata baik dan berbuat baik).

Masih banyak metoda yang mungkin dapat dilakukan oleh para pendidik kita untuk mahasiswanya. Untuk itu, perlu digali potensi-potensi yang ada di tiap perguruan tinggi. Kadangkala, apa yang bagus dan dapat diterapkan di satu perguruan tinggi dalam pengembangan soft skills belum tentu dapat diterapkan begitu saja di perguruan tinggi lainnya. Boleh jadi strategi dan tekniknya akan bervariasi tergantung pada visi perguruan tinggi, soft skills yang dimiliki oleh mahasiswa saat ini dan harapan pengembangan soft skills dari mahasiswa, kebutuhan soft skills para pengguna lulusan dan coach dan mentor serta sarana prasarana yang dimiliki perguruan tinggi.

Langkah-langkah dalam penyusunan Program Pengembangan Soft Skills dalam kegiatan kemahasiswaan:

  • Perguruan Tinggi atau di tingkat Fakultas menyusun citra lulusannya yang sesuai dengan nilai dan norma yang diusung Perguruan Tinggi. Sebagai contoh, lulusan salah satu Fakultas Kedokteran ingin dicitrakan sebagai ”dokter yang unggul, siap setiap saat membantu rakyat sebagai community leader”, karena sesuai dengan visi dan misi Perguruan Tingginya. Apakah di Fakultas Pertanian IPB ingin dicitrakan sebagai pemimpin masyarakat tani yang produktif, berani mengambil resiko dan komitmen?
  • Menentukan atribut soft skills yang mendukung ketercapaian pernyataan tersebut diatas, misal fokus pada atribut kepemimpinan, maka yang perlu dikembangkan percaya diri, inisiatif, komunikatifsi, integritas dan yang terkaitnya.
  • Mengidentifikasi kondisi soft skills mahasiswa sebelum dijalankan program pengembangan soft skills, karena sesungguhnya mahasiswa sudah memiliki atribut tertentu. Fokuskan pada karakteristik atribut soft skills yang akan dikembangkan. Lalu jangan lupa apa faktanya?. Misal teramati bahwa mahasiswa saat ini kurang percaya diri. Faktanya apa?, kurang berani untuk bertanya di dalam kelas, kurang mampu mengemukakan pendapat dan berbicara di depan kelas. Faktanya?, apabila diajukan pertanyaan, hanya 1-2 orang yang berani menjawab, atau kalau diberi kesempatan untuk bertanya tidak berani mengajukan pertanyaan. Namun ketika diberi pertanyaan tertulis, mereka dapat menjawab, dan ketika ditanya alasannya mengapa tidak mengajukan pertanyaan, mereka banyak yang mengatakan takut ditertawakan teman karena pertanyaannya dikira mudah dst. Jadi kalau program peningkatan percaya diri sudah dilakukan, maka indikator keberhasilan dari program tersebut adalah peningkatan jumlah orang yang bertanya, atau menanggapi pertanyaan, atau mengajukan pendapat di dalam kelas.
  • Menggali market signals dari pemangku kepentingan, para alumni dan para pengguna lulusan perguruan tinggi tentang atribut apa yang harus dimiliki di dunia kerja, keunggulan apa yang dimiliki oleh lulusan IPB, kelemahannya apa yang masih ada di lulusan IPB dalam bekerja di kehidupan masyarakat.
  • Menciptakan, merencanakan dan mengembangkan program yang mengakomodir pengembangan soft skills dengan atribut hasil kajian di atas dan  dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tersistem (terkait satu elemen dengan elemen yang lainnya).
  • Tuangkan rencana dalam berbagai kegiatan dengan disertai pendampingan oleh dosen pendamping (coach/mentor).
  • Mendistribusikan kegiatan ke dalam tingkatan mahasiswa mulai dari tingkat I sampai tingkat akhir. Terkadang banyak dilupakan bahwa kegiatan tersebut hanya untuk tingkat I, II dan III, sedangkan diatasnya tidak lagi dilibatkan dalam bentuk kegiatan kemahasiswaan.
  • Evaluasi setiap kegiatan  sebagai umpan balik dalam pengembangan soft skills mahasiswa.

Ada pertanyaan dari beberapa kawan, bagaimana menilai kalau penularan soft skills sudah tercapai?. Cara termudah yaitu dengan amatan, apakah atribut soft skills yang lemah sudah ada perbaikan?, Pada saat awal ketika kita menentukan atribut soft skills yang menjadi kelemahan mahasiswa senantiasa harus disertai fakta. Perubahan dari fakta inilah yang akan menunjukkan tingkat keberhasilan dari suatu program.

Pada umumnya jarang sekali perguruan tinggi melakukan identifikasi awal kondisi mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi dari sisi soft skills-nya. Yang banyak dilakukan perguruan tinggi adalah mengidentifikasi kondisi awal kemampuan dalam berbahasa Inggris, atau bahasa asing lainnya. Program studi juga jarang menanyakan kepada mahasiswa baru maupun lama tentang pembelajaran apa yang disukai dan tidak disukai selama ini?.  Nah, dalam era kepuasan konsumen, nampaknya harus sudah berubah kita harus lebih banyak berkomunikasi dan menggali informasi dari mahasiswa kita.        

Kita sering menyamakan pendidikan sebagaimana layaknya proses produksi barang di sebuah industri. Ada yang dinamakan input yang disetarakan dengan mahasiswa yang baru masuk, lalu ada proses produksi yang disetarakan dengan proses pembelajaran, dan ada yang dinamakan produk yang disebut lulusan. Di dalam industri dibuat SOP dan kita pun dalam dalam rangka penjaminan mutu membuat SOP. Namun ada yang dilupakan bahwa bahan baku perguruan tinggi walaupun telah disaring memiliki rentang keragaman yang cukup tinggi, bukan hanya pada intelektualnya melainkan dari sisi karakternya. Hal ini disebabkan karena pengaruh kebiasaaan belajar, pola hidup dan pola pikir yang berulang-ulang dilakukan sampai mereka berada di SMA. Belum lagi pengaruh budaya yang membentuknya. Perubahan inilah yang menjadi hakekat dari pendidikan, dimana tujuan pendidikan adalah untuk merubah perilaku. Perubahan perilaku merupakan fungsi dari olah hati dikalikan dengan fungsi dari olah pikir, olah raga dan olah rasa. Jadi mari kita tidak hanya menjadi seorang pengajar tetapi menjadi seorang pendidik. 

 

Red Rose

TRINA

index_08